Sabtu, 26 September 2009

Buletin Islam dan Adabnya

Buletin islam dalam perkembangannya sangat berguna dalam menyebarkan dakwah islam. Meski terkesan instan, namun buletin islam ini sudah seharusnya menjadi jalan terbukanya daftar baru bagi mereka yang ingin menjadi para penuntut ilmu sesungguhnya. Selain itu, buletin islam menjadi perantara dasar pemikiran atau ideology maupun dasar pengamalan orang-orang awam yang belum terlalu peduli terhadap pentingnya menuntut ilmu dengan lebih mendalam. Transfer ilmu melalui buletin islam ini menjadi penting karena semakin lama semakin banyak yang enggan untuk bertanya langsung kepada ulama.

Melihat kenyataan itu, kita tidak bisa menyalahkan orang-orang atas hal tersebut. Yang bisa diharapkan dari membuat buletin islam tersebut pastinya adalah buletin itu menjadi awal adanya ghiroh pembaca yang senantiasa tertarik pada ilmu agama dan mau mencarinya. Oleh karena itulah, buletin islam hendaknya menunjukkan keindahan dakwah dan menunjukkan nuansa islam secara moderat meski hanya selembar kertas biasa.

Adab-adab Membuat Buletin Islam
Diantara ciri-ciri buletin Islam yang baik ialah buletin islam yang tetap memperhatikan adab-adab sbb: 
  • Jangan mencantumkan ayat suci atau Lafadz Jallallah secara Hijaiyyah
    Terkait dengan firman Allah SWT: Laa yamassuhuu illal muthohharuun (Al-Waqiah: 79) yang artinya: tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. Ini menjadi landasan kefardhuan/kesunnahan untuk bersuci dari hadats sebelum memegang Qur’an. (Madzhab Syafi’I mewajibkan, tiga madzhab yang lain menyunahkan). Keterangan ini tidak terbatas pada arti mushafnya saja melainkan potongan ayatnya juga dan setiap Lafadz Jallallah atau Allah. Oleh sebab itu, sedapat mungkin buletin tidak mencantumkan ayat suci/ lafdzul Jallallah karena tidak diketahui bagi pembuat buletin mengenai pengetahuan pembaca akan keterangan diatas. Jangankan untuk disentuh tanpa berwudlu, kadangkala buletin yang mempunyai ayat suci atau lafdzul Jallallah itu dibiarkan di lantai, setara dengan telapak kaki kita, bahkan lebih parahnya lagi buletin itu diinjak-injak para pembaca atau siapapun yang melewatinya. Sadar atau tidak, hal tersebut mencerminkan semakin lunturnya adab terhadap ayat suci AlQur’an. Melihat kenyataan ini, kadang penulis teringat cerita sejarah dimana para penjajah yang menyiksa kaum pribumi Muslim kemudian menghina Qur’an dengan menginjak-injaknya di hadapan Muslimin saat itu. Na’udzubillah, tentu kita tidak mau mempraktekkan kembali kejadian tersebut, bukan?
  • Buletin harus disesuaikan dengan objek pembacanya   
    Pernah suatu kali penulis menjumpai seorang ta’mir masjid di dekat kampus penulis yang marah besar dengan kelakuan oknum penyebar buletin bermerk AlFurqon yang bermanhaj Wahabiyyah. Lebih parahnya lagi saat itu, sang oknum tidak meminta izin kepada ta’mir masjid dan terkesan ditutup-tutupi supaya tidak diketahui siapapun. Tentunya, masyarakat yang hampir seluruhnya Nahdliyin (NU) di sekitar masjid tersebut gerah dikarenakan isi buletin tersebut. Semakin lama isi yang diangkat memuat pernyataan membid’ahkan amaliyah kaum Nahdliyin. Cara mereka yang secara sengaja tidak memperhatikan objek pembacanya menjadi sumber buruknya citra buletin islam tersebut. Itu hanyalah satu contoh, bisa saja yang terjadi adalah sebaliknya.
  • Sebisa mungkin tidak mengangkat masalah khilafiyah
    Tidak terlepas dari contoh kasus di poin kedua, hal lain yang perlu diperhatikan ialah masalah khilafiyah atau perbedaan pendapat. Sebisa mungkin buletin Islam tidak mengangkat masalah Khilafiyah. Penulis tidak akan menjelaskan panjang lebar kesalahan paham-paham wahabiyyah dari contoh tadi, namun terlebih kepada masalah toleransi perbedaan pendapat. Maksud penulis adalah siapapun orangnya atau siapapun kelompoknya, sudah seharusnya bisa menghargai perbedaan yang ada di masyarakat. Paling tidak, dalam mengemukakan masalah khilafiyah seharusnya dijelaskan bahwa pendapat tersebut adalah pendapat ulama manhaj A atau madzhab B dsb. Sehingga secara sosial, buletin tersebut dapat diterima dengan baik. Inilah nilai toleransi yang seharusnya dijunjung setiap Muslim.
  • Melengkapi identitas pembuat/penyebar buletin islam
    Penyertaan Identitas, alamat, maupun nomor telepon pembuat/penyebar buletin menjadi hal penting tatkala buletin tersebut membutuhkan pertanggungjawaban dari pembuat/penyebarnya. Suatu saat bisa saja sang pembaca ingin menanyakan suatu hal yang ada dalam kandungan materi buletin atau bisa juga terkait masalah perizinan penyebaran. Maka dari itu, tidak ada salahnya apabila buletin islam dilengkapi dengan identitas pembuat/penyebarnya.

Itulah beberapa adab yang perlu diperhatikan dalam pembuatan buletin islam. Semoga bisa diimplikasikan bagi rekan-rekan sekalian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar