Jumat, 02 Oktober 2009

Wasiat-Wasiat Quthbill Irsyad Habib Abdullah bin Alwi AlHaddad

Adab bergaul


Budayakanlah dalam dirimu sifat selalu menahan diri dan suka memberi maaf atas segala kekhilafan teman-temanmu. Jangan sekali-kali menunjukkan sikap kasar dan kaku, sebab yang demikian itu termasuk sifat-sifat manusia-manusia tiran yang sombong. Jangan pula kamu mengecam kepada seseorang diantara mereka yang melanggar hak pribadimu atau kurang memperhatikannya. Kecuali apabila ia memang seorang yang benar-benar tulus dalam persahabatannya denganmu dan telah teruji kesetiaannya.

Akan tetapi apabila pelanggaran tersebut menyangkut hak Alloh atau hak-hak hamba-Nya, maka dalam hal ini jangan begitu saja memaafkan mereka. Hanya saja tetap diperlukan pertimbangan berkaitan dengan keadaan mereka dalam hal kuat atau lemahnya keyakinan keberagamaan mereka. Maka hendaknya kamu bersikap lebih lunak terhadap para pemula diantara mereka yang masih lemah agamanya, dibandingkan dengan sikapmu berhadapan dengan mereka yang sudah kuat. Akan tetapi bagaimanapun juga sikap lemah lembut merupakan hal yang secara mutlak lebih banyak mengandung kebaikan, maka hendaknya kamu selalu lebih mengutamakannya dalam kamu bersikap.
Bergaullah bersama teman-temanmu dengan cara sebaik-baiknya. Lupakan saja kebanyakan diantara kesalahan-kesalahan mereka, khususnya kesalahan tertentu yang tidak akan terlepas darinya kecuali orang-orang khusus diantara hamba-hamba Alloh yang sholeh. Jadikanlah bincang-bincangmu bersama mereka itu selalu tentang hal-hal yang yang mendatangkan manfaat bagi mereka, yang mampu meluruskan agama mereka dan memenuhi hajat mereka dalam kehidupan dunia dan akherat mereka. Jangan berbincang dengan mereka dalam hal-hal selain itu, kecuali pada saat-saat tertentu dengan niat hanya sekedar menghibur hati, sepanjang memang diperlukan.
Dan seandainya ada orang yang menyakiti hatimu, dengan ucapan ataupun perbuatan, memaki-makimu, menyebut tentangmu dengan sesuatu yang buruk di hadapan khalayak, maka janganlah membalasnya dengan perlakuan yang serupa. hendaknya kamu memaafkannya dan melepaskannya dari dosa kesalahannya itu, tanpa menyisakan sedikitpun rasa dendam atau permusuhan terhadapnya. Seperti itulah akhlak yang layak disandang orang-orang shiddiqqin. Atau jika kamu tidak mampu berbuat demikian, maka serahkan saja urusannya kepada Alloh dan cukuplah Alloh sebagai pembelamu terhadapnya.


Akhlak kepada sesama muslim
Saya berpesan hendaklah kamu selalu meniatkan yang baik-baik saja bagi seluruh kaum muslimin. Cintailah mereka apa yang kamu cintai untuk dirimu sendiri, dalam urusan duniawi maupun ukhrawi, dan tidak menyukai sesuatu yang menimpa mereka sebagaimana kamu tidak menyukai hal itu menimpa dirimu sendiri. Berdialoglah dengan mereka dengan ucapan-ucapan yang baik yang tidak mengandung pelanggaran (atas hak mereka). Ucapkan salam kepada mereka kapan saja kamu bertemu mereka. Bersikaplah selalu rendah hati, lemah lembut dan penuh kasih sayang terhadap mereka. Tunjukkan rasa hormat dan penghargaan kepada siapa-siapa yang berperilaku baik, dan upayakanlah agar memaafkan siapa-siapa yang berperilaku buruk. Berdoalah bagi mereka yang berbuat dosa agar Alloh SWT memberikan kemudahan kepada meraka untuk segera bertaubat. Dan berdoalah bagi mereka yang telah berbuat kebaikan agar Alloh SWT menganugerahkan sifat istiqomah atau konsisten dalam melakukan kebaikan-kebaikan sampai akhir hayat.
Peliharalah hatimu masing-masing dari niatan atau bisikan-bisikan hati yang tercela, dan bersihkanlah dari noda-noda akhlak yang buruk. Berupayalah mencegah keterlibatan setiap anggota tubuhmu dalam kegiatan bermaksiat atau berdosa. Lebih-lebih lagi dalam hal menjaga dan memelihara lidah dari pembicaraan-pembicaraan yang terlarang atau sia-sia, terutama yang bersifat umpatan atau gunjingan terhadap sesama muslim. Begitu besar dosa ghibah (pergunjingan) sehingga dinyatakan bahwa dosanya lebih besar daripada dosa perzinaan.
Dan jika sampai ke pendengaranmu tentang suatu perbuatan buruk dari seseorang di antara mereka (kaum muslimin), sedangkan kamu mampu untuk menasehatinya, maka lakukanlah. Atau jika tidak, jangan sekali-kali menyebutkan tentang keburukannya itu di hadapan orang lain, sehingga dengan demikian kamu telah melakukan dua keburukan sekaligus, yaitu pertama dengan tidak memberikannya nasehat, dan kedua mengucapkan sesuatu yang buruk berkenaan dengan pribadi seorang muslim.
Saya berpesan hendaknya kamu tidak merasa dirimu lebih baik dari orang lain. Apabila perasaan seperti itu terlintas dalam hatimu, sadarilah segera betapa kamu sudah seringkali melakukan kesalahan-kesalahan di masa lalu. Bagaimanapun juga seorang yang berakal sehat pasti mengetahui bahwa dirinya sendiri penuh dengan berbagai aib dan kesalahan. Maka hendaknya ia menyakini hal itu dan tidak meragukannya sedikitpun.
Tidak sepatutnya ia menuduh siapa pun dengan keburukan yang belum tentu ada padanya. Sebab dari apa yang kamu ketahui dari saudara-saudaramu adalah berdasarkan prasangka dan dugaan semata-mata. Sedangkan prasangka adalah ucapan-ucapan yang paling banyak mengandung kebohongan. Disamping itu mungkin saja terdapat alasan-alasan pemaafan berkaitan dengan sebagian keburukan yang diperkirakan seperti itu. Walaupun demikian tidak sepatutnya seseorang membuka pintu pemaafan bagi dirinya sendiri, mengingat hal itu akan membuat hati lebih cenderung kepada penyia-nyiaan waktu dan terjerumus lebih dalam lagi dalam lembah-lembah syahwat hawa nafsu.


Bersahabat dengan orang baik
Usahakanlah kalian selalu bersahabat dengan orang-orang yang berakhlak mulia agar dapat meneladani perilaku baik mereka dan sekaligus bisa mendapatkan keuntungan dari perbuatan dan ucapan mereka. Biasakanlah pula untuk berkunjung kepada mereka yang masih hidup dan berziarah kepada mereka yang telah tiada disertai dengan rasa penuh keikhlasan, penghormatan dan penghargaan. Dengan demikian kalian akan mendapatkan manfaat dan limpahan barokah dari Allah melalui keberadaan mereka.
Pada jaman ini memang sedikit sekali manfaat yang dapat diperoleh melalui orang-orang yang sholeh. Hal ini dikarenakan kurangnya penghormatan dan lemahnya husnudz dzon terhadap mereka. Itulah sebabnya kebanyakan orang di jaman sekarang tidak memperoleh barokah dari mereka itu. Orang jaman sekarang tidak bisa lagi menyaksikan berbagai peristiwa menakjubkan yang muncul karena kedudukan mereka yang telah memperoleh karomah dari Allah SWT. Merekapun mengira bahwa pada jaman ini sudah tidak ada lagi orang-orang yang disebut sebagai wali. Dugaan yang demikian itu tidaklah benar sama sekali.
Alhamdulillah para wali itu masih cukup banyak, yang tampak maupun yang tersembunyi. Namun tak ada yang bisa mengenali identitas mereka itu kecuali orang-orang yang telah mendapatkan anugerah cahaya kebenaran dan kebesaran Allah dalam hatinya dan mereka selalu berhusnudz dzon kepada mereka.
Hindarilah bergaul dengan orang-orang yang berakhlak buruk dan bermoral rendah. Jauhilah pergaulan dengan mereka, karena dengan menjadikan mereka itu sahabat kalian, maka hanya kerugian dan malapetakalah yang akan kalian alami di dunia maupun di akherat. Pergaulan seperti itulah yang membengkokkan sesuatu yang lurus, dan yang lebih parah lagi mengakibatkan rusaknya hati dan agama. Sungguh tepat apa yang dikatakan oleh seorang penyair,
Orang yang berkudis takkan menjadi sehat kembali akibat bergaul dengan orang yang sehat,
namun orang yang sehat gampang tertular penyakit akibat bergaul dengan orang yang berkudis.


Bersikap rendah hati
Saya berpesan kepada diri saya sendiri dan kepada saudaraku agar senantiasa bersikap rendah hati, terutama terhadap Allah serta hamba-hamba-Nya yang beriman, berlapang dada dan membersihkan hati dari rasa dendam, dengki dan permusuhan terhadap siapa pun di antara kaum muslimin. Dan hendaknya bagi mereka apa saja kebaikan yang ia sukai bagi dirinya sendiri, dan tidak menyukai pula apa saja keburukan yang tidak disukainya bagi dirinya sendiri.
Dan hendaklah selalu memperlakukan mereka dengan akhlak yang baik, dan bersabar terhadap gangguan yang mungkin timbul dari mereka, bahkan memaafkan mereka seandainya mereka mengganggunya ataupun menzaliminya, dan tetaplah mendoakan kebaikan bagi mereka. Dengan sikap dan perilaku seperti itulah, para tokoh besar mencapai kedudukan tinggi mereka dan meraih peringkat-peringkat kesempurnaan.
Dan hendaklah ia benar-benar menjauhi sifat marah, karena yang demikian itu takkan membawa kebaikan sedikitpun. Bahkan sebaliknya, didalamnya terkandung semua segi keburukan. Kecuali apabila kemarahan itu berkaitan dengan hak Allah, ketika larangan-larangan-Nya dilangar, dan perintah-peritah-Nya diabaikan. Hanya dalam keadaan seperti itulah, kemarahan diperlukan dan dipuji, walaupun demikian haruslah tetap dalam batas yang proporsional.


Bersyukur atas nikmat
Hendaklah kamu selalu mengingat nikmat karunia Allah, yang bersifat lahiriah maupun batiniah, yang berkaitan dengan urusan agama maupun dunia, yang dilimpahkan kepadamu. Perbanyaklah rasa syukurmu itu dalam setiap kesempatan, dengan hatimu maupun melalui ucapanmu.
Ungkapan rasa syukur dengan hati adalah dengan menyadari bahwa setiap nikmat yang diperolehnya adalah dari Allah SWT, dan bahwa kegembiraannya ketika menerima suatu kenikmatan yang disebabkan hal itu merupakan salah satu wasilah untuk pendekatan diri kepada-Nya.
Adapun ungkapan syukur melalui lisan adalah dengan memperbanyak puji-pujian kepada Allah, Yang Maha Pemberi kenikmatan. Sedangkan yang melalui anggota-anggota tubuh lainnya adalah dengan mengarahkan semua kenikmatan itu untuk dijadikan sarana mencari keridhoan Allah SWT, disamping menggunakannya sebagai sarana dalam melaksanakan perintah-perintah-Nya.
Jangan sekali-kali memberikan perhatian yang berlebihan dalam urusan rizki, sebab yang demikian itu dapat menghitamkan wajah kalbu dan mengalihkannya dari kebenaran. Hal itu merupakan urusan kaum awam yang diperbudak oleh khayalan-khayalan yang menyesatkan. Hal itu juga merupakan urusan kaum awam yang seluruh pikirannya hanya tertuju kepada cara-cara membuat baik dan memperindah jasmani semata-mata. Sungguh amat sering hal seperti itu dijadikan alat oleh setan yang terkutuk untuk mengalihkan pandangan sebagian orang yang berniat menghadapkan wajahnya kepada Allah SWT, agar mereka berbalik arah dan mengalihkan mereka dari tujuan semula.


Jalan menuju Alloh
Telah berkata Al-Imam Ali bin Abi Tholib KW :
Ada 6 perkara yang barang siapa mengamalkannya maka ia tidak lagi bersusah payah mencari-cari surga dan tidak perlu pula merasa cemas akan siksa api neraka, yaitu :
1.Orang yang mengenal Alloh lalu takut kepada-Nya.
2.Orang yang mengenal setan lalu menentangnya.
3.Orang yang mengenal kebenaran lalu mengikutinya.
4.Orang yang mengetahui kebatilan lalu menjauhkan diri darinya.
5.Orang yang mengenal kesenangan dunia lalu menolaknya.
6.Orang yang mengenal akherat lalu mencarinya.
Seseorang bertanya kepada seorang salaf, “Bagaimanakah jalan menuju Alloh ?”.
“Seandainya kamu mengenal Alloh, tentu kamu mengetahui jalan menuju kepada-Nya”.
“Subhanalloh! Bagaimana mungkin saya beribadat kepada sesuatu yang saya tidak kenal?”.
“Bagaimana pula kamu melakukan maksiat kepada yang telah kamu kenal”.
Seorang sholeh berkata kepada seorang sufi dari kalangan abdal, “Tunjukilah aku suatu amalan yang dengannya aku bisa menemukan hatiku bersama-sama Alloh selamanya?”.
“Jangan melihat kepada manusia, karena melihat mereka itu menimbulkan kegelapan didalam hati”.
“Aku tidak bisa melakukan seperti itu”.
“Kalau begitu jangan mendengarkan omongan mereka, karena mendengar omongan mereka menyebabkan kekerasan didalam hati”.
“Aku tidak mampu melakukan seperti itu”.
“Jangan berurusan dengan mereka, karena berurusan dengan mereka menimbulkan perasaan keterasingan (dari Alloh)”.
“Bagaimana mungkin aku aku mampu bersikap seperti itu, sedangkan aku berada di tengah-tengah mereka”.
“Janganlah merasa senang dan nyaman berada di tengah-tengah mereka”.
“Kalau yang ini mudah-mudahan saja aku mampu melakukannya”.
“Wahai kamu ini, memandang kepada orang-orang yang lalai, mendengar perkataan-perkataan orang-orang yang berbuat pelanggaran, dan berurusan dengan orang-orang yang tak berguna, lalu masih ingin hati kamu bersama Alloh selalu”.
Muhammad bin Ka’ab Al-Qurashi berkata :
Tiga sifat yang barangsiapa menyandangnya maka sungguh telah sempurna imannya, yaitu :
1.Apabila dalam keadaan ridho, maka tidak menyebabkannya terseret ke dalam kebatilan.
2.Apabila dalam keadaan marah, maka tidak menyebabkannya keluar dari kebenaran.
3.Apabila memiliki kemampuan, maka tidak menyebabkannya mengambil sesuatu yang bukan haknya.
Ibrahim bin Adham RA berkata :
Para wali Alloh selalu berpesan kepadaku apabila aku sedang bersama ahli dunia, hendaklah aku menasehati mereka dengan 4 hal :
1.Barangsiapa banyak bicara, maka ia tidak akan merasakan kelezatan beribadah.
2.Barangsiapa banyak tidurnya, maka ia takkan menemukan keberkahan dalam usianya.
3.Barangsiapa mengharapkan keridhoan kebanyakan manusia, maka jangan berharap akan memperoleh keridhoan Alloh.
4.Barangsiapa banyak bicara tentang apa yang bukan urusannya sendiri atau menggunjingkan orang lain, maka ia takkan keluar dari dunia ini dalam keadaan menyandang keislaman
Seseorang bertanya kepada Hatim Al-Ashom, “Darimana anda makan?”.
“Dari khazanah Alloh”.
“Apakah dilimpahkan atas anda roti dari langit?”, tanya orang itu lagi.
“Seandainya bumi ini bukan milik-Nya, pasti akan dilimpahkannya dari langit”.
“Anda hanya pandai mengucapkan kata-kata!”.
“Bukankah yang turun dari langit (yakni untuk para Nabi) tidak lain adalah kata-kata juga”.
“Ah, aku tidak sanggup berdebat dengan anda”.
“Itu karena kebatilan tidak akan berjalan seiring dengan kebenaran”.




Menuntut ilmu


Saya berpesan hendaknya kamu selalu berusaha dengan sungguh-sungguh menuntut ilmu yang berguna, dengan cara membaca, menelaah buku-buku ataupun berdiskusi untuk mencapai hasil. Jangan sekali-kali meninggalkan upaya itu karena malas atau bosan, ataupun karena perasaan takut sekiranya kamu nanti tidak mampu mengamalkan ilmumu.
Dan hendaklah kamu dalam hal ini selalu memperbaiki niatmu dan bermawas diri. Jangan segera puas hati dengan merasa telah cukup berhasil, sampai kamu benar-benar menguji dirimu sendiri. Selanjutnya berupayalah sungguh-sungguh untuk mengamalkan ilmu yang telah kamu ketahui, serta mengajarkannya kepada siapa yang belum mengetahuinya, baik diminta ataupun tidak.
Apabila setan membisikkan kepada kamu, “Janganlah mengajar sebelum kamu benar-benar menjadi alim yang luas ilmunya”, maka katakanlah kepadanya, “Kini aku apabila ditinjau dari apa yang telah kuketahui adalah alim dan karenanya wajib untuk mengajarkannya kepada orang lain. Sedangkan apabila ditinjau dari apa yang belum kuketahui, maka aku ini seorang pelajar yang wajib belajar dan menuntut ilmu”. Ini tentunya berkenaan dengan ilmu yang wajib dipelajari. Adapun selebihnya, tak apalah jika kamu pelajari juga.
Mengajarkan ilmu merupakan amal ibadah yang besar pahalanya, sepanjang diiringi dengan niat yang baik yang dasarnya karena Alloh semata-mata, bukan karena sesuatu lainnya, tanpa sedikit pun niat untuk meraih harta ataupun kedudukan.
Hendaklah kamu secara konsisten menelaah buku-buku para ulama terdahulu, terutama para tokoh sufi, dan memperhatikan apa yang ada didalamnya. Karena disitu terhimpun banyak petunjuk khusus tentang bagaimana mengenal Alloh, serta berbagai bimbingan tentang cara-cara perbaikan niat, keikhlasan dalam beramal, pendidikan jiwa dan lain sebagainya. Semuanya itu adalah ilmu-ilmu yang sangat bermanfaat, yang tentunya akan menuntun kearah keberuntungan dan keselamatan.
Dan tiada yang enggan memperhatikan dan membaca buku-buku seperti itu kecuali orang-orang yang sudah buta mata hatinya atau gelap jiwanya. Walaupun demikian sekiranya waktumu sangat terbatas sehingga tidak cukup untuk mengkaji buku-buku itu secara keseluruhan, maka khususkanlah pengkajianmu pada buku-buku karangan Al-Imam Al-Ghozali. Karena itulah yang paling banyak manfaatnya, paling lengkap isinya dan paling menarik susunan kata-katanya.




Perhatikan sikapmu
Hendaklah kamu selalu mengingat nikmat karunia Allah, yang bersifat lahiriah maupun batiniah, yang berkaitan dengan urusan agama maupun dunia, yang dilimpahkan kepadamu. Perbanyaklah rasa syukurmu itu dalam setiap kesempatan, dengan hatimu maupun melalui ucapanmu.
Ungkapan rasa syukur dengan hati adalah dengan menyadari bahwa setiap nikmat yang diperolehnya adalah dari Allah SWT, dan bahwa kegembiraannya ketika menerima suatu kenikmatan yang disebabkan hal itu merupakan salah satu wasilah untuk pendekatan diri kepada-Nya.
Adapun ungkapan syukur melalui lisan adalah dengan memperbanyak puji-pujian kepada Allah, Yang Maha Pemberi kenikmatan. Sedangkan yang melalui anggota-anggota tubuh lainnya adalah dengan mengarahkan semua kenikmatan itu untuk dijadikan sarana mencari keridhoan Allah SWT, disamping menggunakannya sebagai sarana dalam melaksanakan perintah-perintah-Nya.
Jangan sekali-kali memberikan perhatian yang berlebihan dalam urusan rizki, sebab yang demikian itu dapat menghitamkan wajah kalbu dan mengalihkannya dari kebenaran. Hal itu merupakan urusan kaum awam yang diperbudak oleh khayalan-khayalan yang menyesatkan. Hal itu juga merupakan urusan kaum awam yang seluruh pikirannya hanya tertuju kepada cara-cara membuat baik dan memperindah jasmani semata-mata. Sungguh amat sering hal seperti itu dijadikan alat oleh setan yang terkutuk untuk mengalihkan pandangan sebagian orang yang berniat menghadapkan wajahnya kepada Allah SWT, agar mereka berbalik arah dan mengalihkan mereka dari tujuan semula.




Tidak berbangga diri
Saya berpesan hendaknya kamu tidak merasa diri lebih baik dari orang lain. Apabila perasaan seperti itu terlintas dalam hatimu, sadarilah segera betapa kamu sudah seringkali melakukan kesalahan-kesalahan di masa lalu. Bagaimanapun juga seorang yang berakal sehat pasti mengetahui bahwa dirinya sendiri penuh dengan berbagai aib dan kesalahan. Maka hendaknya ia menyakini hal itu dan tidak meragukannya sedikitpun.
Tidak sepatutnya ia menuduh siapa pun dengan keburukan yang belum tentu ada padanya. Sebab dari apa yang kamu ketahui dari saudara-saudaramu adalah berdasarkan prasangka dan dugaan semata-mata. Sedangkan prasangka adalah ucapan-ucapan yang paling banyak mengandung kebohongan. Disamping itu mungkin saja terdapat alasan-alasan pemaafan berkaitan dengan sebagian keburukan yang diperkirakan seperti itu. Walaupun demikian tidak sepatutnya seseorang membuka pintu pemaafan bagi dirinya sendiri, mengingat hal itu akan membuat hati lebih cenderung kepada penyia-nyiaan waktu dan terjerumus lebih dalam lagi dalam lembah-lembah syahwat hawa nafsu.
Sungguh betapa perlunya bagi setiap individu pada jaman ini untuk memberikan dalih-dalih pemaafan serta alasan-alasan pembenaran bagi orang lain, mengingat langkanya orang-orang yang benar-benar jujur dan istiqomah, disamping banyaknya berita-berita bohong yang disebarluaskan oleh mereka yang tidak bertanggung jawab.
Saya juga berpesan agar kamu selalu bersikap tawadhu’ (rendah diri). Sikap tawadhu adalah sikap yang terpuji pada segala kondisi, kecuali dalam satu hal saja, yaitu ber-tawadhu di hadapan para ahli dunia (penghamba dunia) dengan tujuan ingin mendapatkan sesuatu dari dunia mereka atau harta benda mereka. Sedangkan sikap takabur (angkuh dan tinggi hati) adalah sikap yang sangat tercela pada segala kondisi, kecuali dalam hal menghadapi orang-orang zalim yang terus-menerus berbuat kezaliman. Sikap yang demikian itu demi menunjukkan teguran atau protes keras terhadap mereka, asalkan keangkuhan seperti itu hanya tampak secara lahiriah saja, sementara hati kita kosong dari sifat seperti itu.




Tidak mengutamakan dunia
Telah berkata Ibrahim Al-Khawwas,
“Ilmu itu semuanya tercakup di dalam dua kalimat, yaitu jangan membebani diri untuk memperoleh sesuatu yang memang telah dijaminkan sepenuhnya untuk kamu (tentang rizki) dan jangan mengabaikan apa yang telah dituntut dari kamu (untuk kamu kerjakan)”.
Sahl bin Abdulloh Ash-Shuufi berkata,
“Barangsiapa yang hatinya bersih dari kekeruhan, penih kearifan dengan pengalaman, dan telah sama baginya antara emas dan loyang, niscaya tak lagi membutuhkan sesuatu apapun dari manusia selainnya”.
Berkata Sarry As-Saqathy,
“Barangsiapa mengenal Alloh, maka ia akan merasakan hidup (yang sebenarnya). Barangsiapa mencintai dunia, maka ia akan kehilangan akal. Orang yang berakal, ia akan selalu mawas diri. Sedangkan orang yang bodoh, ia akan berkelana siang dan malam tanpa ada gunanya”.
Berkata Abu Sulaiman Ad-Darony,
“Apabila nafsu manusia telah terbiasa menghindar dari dosa-dosa, maka ruh mereka akan berkelana di alam malakut yang tinggi dan kembali lagi kepada mereka dengan membawa berbagai hikmah yang indah-indah, tanpa harus diajarkan kepadanya oleh ilmuwan manapun”.
Berkata Al-Junaid,
“Kami tidak memperoleh ilmu tasawuf dari kata si fulan atau si fulan, tapi kami memperolehnya dari menahan lapar, meninggalkan dunia dan memutuskan hubungan dengan apa yang hanya berupa kebiasaan dan kegemaran”.
Seseorang dari kalangan sufi ditanya tentang apa itu tasawuf. Ia menjawab, “Itu adalah keluarnya seseorang dari setiap perilaku buruk, dan masuknya ia ke dalam setiap perilaku yang baik”.
Syaikh Abdulkadir Al-Jailani RA berkata,
“Barangsiapa yang benar-benar mengetahui apa yang ia cari, maka ringanlah baginya segala pengorbanan”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar