Minggu, 04 Oktober 2009

Ustadz Muhammad bin Ahmad Assegaf

Artikel 1 - Bahaya cinta dunia


اَلْحَمْدُ ِللهِ اَّلذِي جَعَلَ الدُّنْيَا دَارَ اْلمَمَرِّ , وَاْلآخِرَةِ دَارَ اْلمَقَرِّ وَ الصَّلاَةُ وَ سَلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ الرَّابِطُ عَلَى بَطْنِهِ مِنْ شِدَّةِ اْلجُوْعِ اَلْحَجَرَ , وَ عَلىَ آلِهِ الأطْهَارَ وَ صَحْبِهِ الأخيار . اَمَّا بَعْدُ


Ikhwani, semoga ALLAH melimpahkan rahmatNya, di antara penyakit hati yang juga membinasakan adalah mencintai dunia yang fana ini dengan sangat dan senantiasa mengejar pangkat dan kedudukan serta cenderung kepadanya.
ALLAH SWT mengancam orang-orang semacam itu dalam firmanNya,
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ . أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang menginginkan kepada dunia dan perhiasannya, Kami akan berikan balasan secukup perbuatannya di dunia, dan mereka tidak akan dirugikan. Mereka itulah orang-orang yang tidak mendapatkan di akhirat kelak melainkan balasan api neraka, dan disana tiada berguna segala apa yang mereka usahakan dan sia-sialah apa yang mereka kerjakan dahulu.” (QS. Hud: 15-16)
Pengertian dunia adalah segala sesuatu yang ada di atas muka bumi ini yang membuat nafsu syahwat menjadi tertarik atau cenderung kepadanya.
Ikhwani, ayat diatas jangan dipahami dengan pemahaman yang sempit dan jangan diartikan dilarang mencari harta. Mencari harta boleh-boleh saja karena orang hidup ini membutuhkan sarana, yaitu pangan dan papan. Itu adalah sarana hidup yang mesti kita penuhi. Tanpa harta semua itu tidak mungkin kita miliki. Yang dicela oleh agama adalah orang yang mencintainya, karena cinta itu membutakan.
Seorang laki-laki yang terlalu mencintai seorang wanita, apapun akan ia lakukan untuk mendapatkannya dan akan menerjang apa saja yang merintanginya. Demikian juga halnya dengan dunia. Dunia ini kalau boleh kita ibaratkan seperti wanita cantik yang bersolek dan berpakaian seksi di hadapan kita. Kalau saat itu kita tidak memiliki iman yang kuat, niscaya kita akan terjerumus di dalam dosa dan bahaya.
Dalam surat Al-Hadid 20, ALLAH SWT berfirman,
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ
“Sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurau, perhiasan dan bermegah-megah antara sesama kalian, serta berlomba-lomba memperbanyak kekayaan dan anak-anak.” (QS. Al-Hadid: 20)
Dan ayat ini diakhiri oleh ALLAH dengan firmanNya,
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إلاَّ مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Dan kehidupan dunia itu hanyalah kesenangan yang menipu daya.”
Ikhwani, seorang anak bisa durhaka kepada ALLAH dan durhaka kepada orangtua, dikarenakan harta. Karena harta pula seseorang bisa bermusuhan dengan saudara kandungnya. Bahkan KKN, penindasan, perampokan, pembunuhan yang saat ini meresahkan bangsa kita , itu semua disebabkan oleh kecintaan kepada dunia. Rasulullah SAW bersabda,
حُبُّ الدُّنْيَا رَأسُ كُلِّ خَطِيْئَةٍ
“Mencintai dunia itu adalah puncak segala kecelakaan (kehancuran).”
ALLAH SWT berfirman dalam surat An-Nazi’at 37-39,
فَأَمَّا مَنْ طَغَى . وَءَاثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا . فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى
“Adapun orang-orang yang melanggar batas dan dia memilih kehidupan dunia itu, maka neraka jahimlah tempat tinggalnya.” (QS. An-Nazi’at: 37-39)
Rasulullah SAW bersabda,
مَنْ أصْبَحَ هَمُّهُ الدُّنْيَا شَتَّتَ اللهُ عَلَيْهِ أمْرُ , وَ فَرَّقَ عَلَيْهِ ضَيْعَنُهُ , وَجَمَلَ فَقْرُهُ بَيْنَ عَيْنَيْه , وَ لَمْ يَأتِهِ مَنْ الدُّنْيَا إلاَّ مَا كُتِبَ لَهُ
“Siapa yang bangun di pagi hari, sedang pikirannya disibukkan oleh harta benda semata, niscaya ALLAH akan mengkocar-kacirkan urusannya, mengoyak-ngoyakkan cita-citanya, menampakkan kemiskinan di depan matanya, sedangkan dunia yang dikejarnya tidak akan datang melainkan apa yang telah ALLAH catatkan baginya.”
Saudaraku, sekali lagi kami sampaikan bahwa Islam tidak melarang kita mencari harta selama dalam pencariannya tidak membuat kita melanggar ketentuan-ketentuan ALLAH dan tidak menjauhkan kita dari sunnah Rasulullah. Rasul berpesan kepada umatnya,
“Berbuatlah untuk kehidupan duniamu seakan engkau hidup selamanya, dan berbuatlah untuk akhiratmu seakan engkau mati esok.”
Semoga ALLAH melindungi kita. Amin…
Artikel 2 – Cara menikmati dunia


اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنِ , اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ أفْضَلَ اْلمَخْلُوْقَاتِ , وَ خَيْرِ أهْلِ اْلاَرْضِ وَ السَّمَوَاتِ , النُّوْرِ التَّامِّ جَامِعٍ اْلكَمَالَياتِ وَ نُوْرِ اْلإسْلاَمِ وَ حَيَاةِ اْلأرْوَاحِ وَ اْلأجْسَامِ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ و سَلِّم . اَمَّا بَعْدُ
Ikhwani rahimakumulloh, dalam cara menikmati dunia, manusia beraneka ragam. Al-Habib Abdullah Bin Alwi Alhaddad di dalam kitabnya Al-Fushuul Al-‘Ilmiyyah menerangkan bahwa ALLAH SWT telah menciptakan dunia dan menjadikannya sebagai sarana bagi orang mukmin dalam mengambil bekalnya untuk akhirat, serta beramal di dalamnya dengan mentaati ALLAH. Namun bagi orang yang durhaka, dunia ini adalah sesuatu yang dinikmatinya hanya untuk memuaskan hatinya dan melampiaskan syahwatnya dalam kelalaian kepada Tuhannya dan kealpaan akan akhiratnya.
ALLAH SWT telah memenuhi dunia dengan segala macam kebutuhan makhluknya dan segala macam kenikmatan yang dapat mereka rasakan. ALLAH menciptakan itu semua sesuai dengan kadar yang mereka butuhkan, bahkan berlebih. Kemudian ALLAH mengizinkan hamba-hamba-Nya mengambil dari dunia sekadar yang mereka butuhkan, untuk membantu meniti jalan menuju akhirat. ALLAH juga mengingatkan hamba-hamba-Nya agar jangan berlebihan dalam mencari dunia dan jangan menjadikannya sebagai idaman.
Maka terbagilah manusia dalam hal itu menjadi beberapa kelompok:
Kelompok pertama adalah orang-orang yang waspada dan hati-hati. Mereka ini mencukupkan diri dengan hanya mengambil kurang dari kebutuhan mereka. Dan apabila suatu saat mereka meraih lebih dari itu tanpa sengaja/tanpa berlebihan dalam usaha, maka secepatnya mereka mengeluarkannya lagi dan memberikannya kepada siapa saja yang berhak menerimanya atau mengharapkannya. Mereka ini adalah kelompok para nabi dan rasul, serta para siddiqin (orang-orang yang benar-benar tulus kepada ALLAH SWT), para ulama yang mendalam ilmunya, serta orang-orang yang sholeh. Ini adalah kelompok yang paling sempurna dan paling afdhal.
Kelompok kedua adalah orang-orang yang mengambil sekedar yang cukup bagi mereka dari dunia ini, dengan bijaksana tanpa mencari–cari dalih atau sengaja memilih cara-cara yang paling ringan.
Kelompok ketiga adalah orang-orang yang mengambil dari dunia ini lebih dari yang mereka butuh. Kelompok ini terbagi menjadi beberapa bagian, antara lain mereka yang berhasil mencapai keinginannya dengan usaha yang cukup wajar. Tetapi ada pula kelompok yang terjerumus ke dalam bahaya dengan menghalalkan segala cara demi tercapai yang diinginkannya. Ada pula kelompok yang mengambil lebih dari kadar yang dibutuhkannya untuk dinikmati dengan cara yang dibolehkan oleh syariat (mubah), seraya mengakui keutamaan orang-orang yang berzuhud, dan menyadari bahwa dirinya berada di bawah tingkatan mereka yang tinggi dan maqom mereka yang mulia.
Ikhwani, orang yang hidupnya bermewah-mewahan secara berlebihan, mengumpulkan dan menumpuk-numpuk harta dengan cara mencampur-adukkan antara yang halal dan yang haram, mereka itu terkelabui oleh setan, sehingga berani terhadap ALLAH SWT. Bahkan, karena kejahilannnya dan kekurangajarannya terhadap ALLAH, mereka menganggap dirinya lebih utama dari orang-orang yang berzuhud.


Semoga ALLAH menyelamatkan kita dari segala kesesatan dan kebohongan, dan semoga ALLAH mengampuni dosa-dosa kita. Amin Ya Rabbal ‘alamin…
Artikel 3 – Hikmah Idul Adha
Bulan Dzulhijjah adalah salah satu bulan yang dimuliakan oleh Allah swt. Dalam bulan ini ada 3 peristiwa penting yang ketiganya terjadi pada sepuluh hari pertama bulan ini. Ketiga peristiwa tersebut melukiskan keagungan Allah swt dan menunjukkan semangat serta kesatuan umat Islam.
Pertama, pada bulan ini beribu-ribu kaum muslimin dan muslimat, tua dan muda, sedang berkumpul di kota suci Makkah untuk melaksanakan ibadah haji dalam rangka memenuhi panggilan Allah swt. Mereka datang dari segala penjuru negeri. Mereka meninggalkan kampung halamannya, bergelut dengan kesukaran. Semuanya itu mereka laksanakan penuh ikhlas semata-mata karena mengharap ridho Allah swt, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Hajj 27:
و أذن في الناس بالحج يأتوك رجالا و على كل ضامر يأتين من كل فج عميق
“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.”
Berkumpullah kaum muslimin pada saat ini di suatu pada padang pasir yang tandus, teri matahari yang menyengat, dengan pakaian yang sama. Itu adalah suatu lambang kesatuan dan persatuan umat Islam. Di saat itu tidak dapat dibedakan mana yang kaya dan mana yang miskin, mana yang pembesar dan mana yang rakyat jelata. Semuanya sama, tidak dapat dibedakan. Mereka berpakaian yang sama, mengucapkan kalimat yang sama. Mereka sama-sama merasa setingkat dan sederajat sebagai seorang hamba yang sedang berhadapan dengan kebesaran Allah, sama-sama menunjukkan ketakwaannya kepada Allah swt.
Kedua, pada tanggal 10 Dzulhijjah berjuta-juta kaum muslimin dan muslimat, tua dan muda, di seluruh dunia berduyun-duyun mendatangi tanah lapang dan masjid-masjid untuk melaksanakan shalat Idul Adha. Mereka berkumpul bukan kerana dikerahkan dan bukan karena mengharapkan materi, akan tetapi semata-mata karena didorong oleh semangat kecintaan dan ketaatan terhadap perintah Allah swt. Di dalam kedua peristiwa besar ini, baik haji maupun shalat Idul Adha, kaum muslimin dan muslimat di seluruh penjuru dunia dengan serentak mengucapkan kalimat takbir dengan suara gemuruh dan lantang:
الله أكبر الله أكبر الله أكبر و لله الحمد
Di tanah suci Makkah bergema suara jamaah haji memenuhi angkasa luas dengan mengucapkan kalimat talbiyah:
لبيك اللهم لبيك لبيك لا شريك لك لبيك إن الحمد و النعمة لك و الملك لا شريك لك
“Aku datang menunjukkan ketaatan kepada-Mu ya Allah. Tidak ada yang menyamai kekuasaan dan keaguangan-Mu”
Idul Adha disebut juga Idul Akbar karena tahap perjuangan kaum muslimin pada saat itu telah memasuki tahap yang lebih besar. Mereka harus mengorbankan kesenangannya di dalam menunaikan ibadah haji. Ibadah haji adalah jihad tanpa peperangan, sebagaimana sabda Rasulullah saw kepada Aisyah ra:
Dari Aisyah ra, berkata, “Saya bertanya, ‘Ya Rasulullah, apakah wanita diwajibkan berjihad?.’ Sabda Rasulullah saw, ‘Ya, jihad yang tanpa peperangan, yaitu haji dan umrah.’ ” (HR. Imam Ahmad dan Ibn Majah)
Ketiga, pada hari raya Idul Adha kaum muslimin yang mampun dianjurkan untuk menyembelih hewan kurban seperti sapi, kambing dan yang sebangsanya, yang kemudian dagingnya dibagi-bagikan kepada fakir miskin agar mereka ikut serta merasakan nikmatnya makan daging yang mungkin jarang mereka peroleh di dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Menyembelih binatang kurban adalah mengikuti jejak Nabi Ibrahim as, yang telah diperintahkan oleh Allah lewat mimpi untuk menyembelih putranya yang bernama Nabib Ismail as. Karena ketakwaan dan kecintaannya kepada Allah yang begitu tinggi melebihi kecintaannya kepada diri sendiri, istri, anak dan segala yang dimilikinya, maka Nabib Ibrahim as segera melaksanakan perintah tersebut. Sebagai ganjaran atas ketabahannya menerima perintah itu, maka Allah swt menggantikannya dengan binatang sembelihan yang besar sebelum beliau sempat menyembelih leher putranya, Ismail. Hikmah dalam peristiwa ini adalah bagaimana kita meneladani Nabi Ibrahim as dalam mengorbankan segala yang kita miliki dan cintai semata-mata demi menggapai keridhoan dan kecintaan Allah swt. Itulah sebenarnya tujuan disyariatkannya berkurban sebagaimana tersirat dalam firman Allah swt dalam surat Al-Hajj 37:
لن ينال الله لحومها و لا دماءها ولكن يناله التقوى منكم
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai keridhoan Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.”
Semoga dengan uraian diatas kita dapat merenungi dan meresapi peristiwa-peristiwa besar yang terjadi pada bulan Dzulhijjah untuk membangkitkan disiplin dan ketaatan kita terhadap perintah-perintah Allah swt, sehingga kita akan menjadi cermin bagi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Artikel 4 – Jauhi berduaan antara pria dan wanita
بِسْمِ اللهِ و اَلْحَمْدُ ِلله , وَلاَ حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إلاَّ بِالله ِ, و الصَّلاَةُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ اِبْنِ عَبْدِ اللهِ وَ عَلىَ آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ مَنْ وَالاَه . اَمَّا بَعْدُ
Ikhwani yang dirahmati oleh ALLAH, Rasulullah SAW dalam salah satu hadistnya beliau berpesan,
إيَّاكَ وَالْخَلْوَةَ بِالنِّسَاءِ وَالَّذِيْ نَفْسِى بِيَدِهِ مَاخَلاَ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إلاَّ دَخَلَ الشَّيْطَانُ بَيْنَهُمَا وَلَاَنْ يَزْحَمَ خِنْرِيْرًا مُتَلَطَّخًا بِطِيْنٍ أوْحَمْأَةٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَزْحَمَ مَنْكِبُهُ مَنْكِبَ امْرَأَةٍ لَا تَحِلُّ لَهُ
“Takutlah kamu berduaan dengan wanita. Demi dzat yang jiwaku berada di dalam kekuasaanNya, tidaklah bersepian orang laki-laki dan orang perempuan kecuali setan pasti masuk diantara keduanya. Sesungguhnya orang laki-laki yang berhimpit-himpitan dengan babi hutan itu kotor, lebih baik baginya daripada berangkulan/berhimpitan bahunya dengan bahu orang perempuan yang tidak halal baginya (bukan muhrim).” (HR. At-Thabrani)
Ikhwani, hadist ini mengajarkan kepada kita bagaimana etika pergaulan antara pria dan wanita. Hadist ini adalah salah satu ajaran Rasulullah yang telah diabaikan oleh umat Islam, khususnya di Indonesia ini. Banyak orang yang menganggap ini adalah tradisi orang Arab, padahal ini sebenarnya adalah tradisi dan ajaran Islam.
Dalam hadist ini Rasulullah SAW menjelaskan mengapa agama Islam melarang umat Islam bergaul bebas, berduaan, berpandang-pandangan antara pria dan wanita? Sebab perbuatan tersebut dapat mengundang setan untuk menggoda dua orang yang berlainan jenis itu melampiaskan nafsu syahwatnya dan birahinya. Pria dan wanita kalau berduaan dalam keadaan sepi, pasti menimbulkan syahwat karena setan telah merasuki pikiran mereka sehingga timbullah keinginan melakukan apa yang dikehendakinya.
Setan itu selamanya adalah musuh bebuyutan kita. Mereka selalu mencari kelemahan kita dimana dan kapan saja. Karena itu kita harus berhati-hati. Kita harus menjaga keluarga kita dari perbuatan-perbuatan jijik dan menyesatkan yang selalu dipropagandakan orang–orang Yahudi dan musuh-musuh Islam. Marilah kita mengajarkan pemahaman agama yang cukup kepada anak-anak kita, serta selalu mengawasi putra-putri kita yang masih sekolah, jangan sampai dibiarkan belajar bersama atau bepergian seenaknya. Kita sebagai orangtua harus selalu waspada dan jangan terlalu mudah percaya dengan alasan-alasan yang diberikan putra-putri kita. Khususnya di zaman ini yang fitnahnya luar biasa. Jangan segan-segan mengawasi mereka. Semua itu demi keselamatan keluarga kita agar tidak terjerumus ke dalam tembok kehinaan.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS. At-Tharim:6)
Ikhwani, sekali lagi kami sampaikan, marilah kita kembali kepada ajaran Islam. Tiada jalan yang dapat menyelamatkan kita kecuali kembali kepada ajaran ALLAH dan Sunah Rasulullah SAW. Islam mempunyai prinsip sendiri dalam mengatur hubungan antara wanita dan pria. Marilah kita membiasakan diri dan keluarga kita untuk berkiblat kepada Al-Qur’an dan sunnah Nabi agar kita selamat. Dan jangan berkiblat kepada TV dan berbagai propagandanya agar kita selamat dari siksa ALLAH.
Semoga ALLAH SWT menjauhkan kita dari berbagai perbuatan maksiat.
Artikel 5 – Memperhatikan Adab Berpuasa
اَلْحَمْدُ ِللهِ رَبِّ اْلعَالَمِيْنِ , وَ الصَّلاَةُ وَ السَّلاَمُ عَلَى اَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَ اْلمُرْسَلِيْنِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ اَجْمَعِْين اَمَّا بَعْدُ
Banyak hadits Rosulullah SAW yang menerangkan bahwa ALLAH SWT akan memberikan ampunan bagi hamba-hambanya yang berpuasa dan beribadah di bulan Ramadhan. Di antaranya beliau bersabda,
مَنْ ضَامَ رَمَضَانَ , وَ قَامه إمانًا وَ احتسبابًا , غُفِرَلَهُ مَا تَقَدَّمَ مَنْ دَنْبِهِ
“Barang siapa berpuasa dibulan Ramadhan dan berjaga di malam-malamnya dengan penuh kepercayaan dan keikhlasan, niscaya ALLAH akan mengampuni segala dosanya yang telah lalu.”
Tentunya ampunan serta curahan rahmat yang telah ALLAH janjikan, hanya akan diraih oleh orang-orang yang berpuasa dengan memperhatikan adab/tata tertib puasa yang telah dicontohkan oleh Baginda Nabi SAW.
Dalam hal ini, Al-Habib Al-Imam Abdullah bin Alwi Alhaddad dalam kitabnya النصائح الدينية menerangkan bahwa di antara tata tertib yang harus diperhatikan oleh orang yang berpuasa adalah memelihara lidah agar tidak berdusta, tidak mencaci orang, tidak mencampuri urusan orang lain, menjaga mata dan telinga dari melihat sesuatu yang tidak halal.
Selain itu, kita juga harus menjaga perut kita dari makanan yang haram, bahkan yang syubhat sekalipun. Sebagian para salaf berkata,
“Jika anda berbuka, maka perhatikanlah dengan apa anda berbuka dan di tempat siapa anda berbuka.”
Alhasil kita mesti menjaga seluruh anggota tubuh kita dari perbuatan dosa dan menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak ada manfaatnya bagi diri kita.
Tentunya hal ini tidak hanya wajib di bulan Ramadhan saja, tetapi setiap saat kita harus menghindari perbuatan-perbuatan tersebut. Hanya saja di bulan ini lebih ditekankan, agar tujuan daripada diwajibkan puasa yaitu لعلكم تتقون (”agar kalian menjadi orang-orang yang bertaqwa”) dapat kita capai.
Di antara yang disunahkan bagi orang yang berpuasa adalah menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur.
لاَ تَزَالُ أُمَّتِى بِخَيْرٍ , مَا عَجَّلُوْا الْفِطْرَ , وَ أَخَّرُوَا السَّحُوْرَ
“Umatku tetap berada dalam kebaikan,selama mereka menyegerakan berbuka puasa dan mengakhirkan sahur.”
Artikel 6 – Menghindarkan diri dari riya’
اَلْحَمْدُ ِللهِ اْلجَوَادُ الْكَرِيْمُ , الرَّؤُوْفُ اْلبَرُّ الرَّحِيْمُ . وَ الصَلاَةُ وَ السَلاَمُ عَلىَ خَيْرِ اَنْبِيَاه , وَ سَيِّدِ أصْفِيَاه , اَلْحَبِيْب اْلمُقَرَّب عنده سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلىَ آلِهِ وَ اَصَحَابِهِ الدَّين هُمْ لِكُلِّ النَّاسِ قَادَة . اَمَّا بَعْدُ :
Ikhwani rahimakumulloh,
Selain sombong, di antara penyakit hati yang harus kita hindarkan adalah riya’. Arti riya’ adalah menuntut kedudukan/minta dihormati dengan melakukan amalan-amalan yang ditujukan untuk akhirat. Rasulullah SAW menamakannya syirik kecil/syirik tersembunyi.
Contoh riya’ misalnya adalah orang shalat, puasa, mengeluarkan zakat, haji, membaca Al-Quran, dan berjihad, supaya dipuji orang, dihormati, dan untuk mendapatkan harta benda. Amalan semacam ini tertolak dan semua usahanya itu sia-sia. Dalam surat Al-Kahfi 110, ALLAH berfirman,
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Barang siapa ingin menemui Tuhannya, hendaknya ia beramal dengan amalan yang sholeh dan jangan sekali-sekali mempersekutukan Tuhan dalam peribadatannya dengan siapa pun.”
Dalam surat Al-Maa’un 4-7, ALLAH berfirman,
فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ . الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ . الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ . وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ
“Maka celakalah bagi orang yang shalat, yang mereka dalam shalatnya senantiasa lalai, yang mereka (mengerjakan kebaikan) ingin dilihat orang, dan mereka enggan memberikan pertolongan/pinjaman.”
Rasulullah SAW bersabda,
مَنْ صَامَ يُرَائِى فَقَدْ أشْرَكَ , وَ مَنْ صَلَّى يُرَائِى فَقَدْ أشْرَكَ , وَ مَنْ تَصَدَّقَ يُرَائِى فَقَدْ أشْرَكَ
“Barangsiapa puasa dengan riya’, maka ia telah syirik. Barangsiapa sholat dengan riya’, maka ia telah syirik. Barangsiapa bersedekah dengan riya’, maka ia telah syirik.”
Dalam hadits yang lain, beliau bersabda,
مَنْ أحْسَنَ الصَّلاَةَ حَيْثُ يَرَاهُ النَّاسُ , وَ أسَاءَ الصَّلاَةَ حَيْثُ يَخْلُوْ , فَتِلْكَ إسْتِهَانَةُ إسْتَهَانَ بِهَا رَبَّهُ تَبَارَكَ وَ تَعَالىَ
“Barang siapa memperbaikan shalatnya ketika dilihat orang dan sembrono ( seenaknya) ketika sendiri (tidak dilihat orang), maka itu adalah penghinaan terhadap ALLAH SWT.”
Riya’ adalah suatu perangai yang buruk dan membinasakan. Orang yang beramal lalu ingin dipuji (riya’), maka amalannya sia-sia dan dia pasti akan merasakan siksa di akhirat.
Tugas kita sebagai seorang mukmin ialah menjauhkan diri dari sifat riya’ dan tidak menyertai niat dan ibadah dengan maksud-maksud lain, selain mengharapkan ridho ALLAH SWT dan pahala di akhirat.
Al-Imam Al-Haddad mengajarkan kepada kita cara untuk menghindarkan diri dari riya’. Beliau berkata,
“Kalau kamu khawatir amalanmu dibarengi riya’, maka beramallah secara rahasia agar tidak dilihat orang.”
Ini cara yang paling selamat, dan merahasiakan amal sholeh itu adalah afdhal (utama), kecuali orang–orang yang benar-benar ikhlas hatinya, serta diharapkan agar orang lain dapa meniru amalnya.
Ada beberapa amalan yang tidak bisa dikerjakan kecuali dengan terang-terangan, seperti menuntut ilmu ataupun mengajarkannya, sholat berjamaah, haji, jihad fi sabilillah. Itu adalah amalan-amalan dhahir. Kita tidak boleh meninggalkan amalan-amalan ini walaupun kita khawatir akan timbul riya’. Tetapi hendaknya amalan tersebut tetap kita lakukan, sambil berusaha menghilangkan riya’ yang selalu membikin kita was-was, serta memohon pertolongan dari ALLAH SWT.
Al-Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa sifat riya’ itu adakalanya muncul di tengah-tengah kita melakukan ibadah, dan adakalanya muncul setelah selesai amalan. Jika riya’ itu tidak timbul di tengah-tengah kita sedang beribadah, sedangkan pada awalnya kita ikhlas, maka itu tidak merusak amalannya. Tetapi kalau riya’ itu menyebabkan ia bersemangat untuk meneruskan amalannya, maka rusak amalan tersebut karena sudah bercampur riya’. Apabila setelah selesai beramal lalu perlihatkan kegembiraannya itu kepada orang lain, maka itu tidak termasuk riya’.
Semoga ALLAH melindungi kita dari sifat riya’.
Artikel 7 – Menjauhi sifat dengki


اَلْحَمْدُ ِللهِ عَلَى نِعَمِهِ الَّتِي لاَ تُعَدُّ , وَ عَلىَ إحْسَانِهِ الَّذِيْ لاَ يُحَدُّ وَ عَوَّذَ نَبِيَّهُ مِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إذَا حَسَدَ وَ الصَلاَةُ وَ سَلاَمُ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ اْلكَامِلْ فِى اْلحَسَبِ وَ النَّسَبِ عَلىَ آلِهِ وَ صَحْبِهِ . اَمَّا بَعْدُ
Ikhwani, melanjutkan pembicaraan kita tentang macam-macam penyakit hati, kali ini kami akan menjelaskan singkat tentang hasut atau dengki. Sifat hasut atau dengki ini adalah juga termasuk penyakit hati yang mesti kita hindari.
Arti hasad atau dengki ialah apabila seseorang merasa sempit hati, serta kurang senang, melihat orang lain memperoleh nikmat/karunia dari ALLAH, baik dalam urusan agama ataupun dunia, serta mengharapkan hilangnya nikmat dari orang tersebut, senang melihat orang lain susah, tidak mempunyai rahmat dan belas kasihan serta suka berprasangka buruk terhadap orang lain. Semua itu ialah sifat-sifat yang membinasakan.
ALLAH SWT telah memerintahkan Rasulullah SAW agar senantiasa berlindung dari sifat dengki. Dalam surat Al-Falaq ayat 5, ALLAH berfirman,
وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ
“Dan dari kejahatan pendengki, apabila ia mendengki.”
Rasulullah SAW bersabda,
إيَّاكُمْ وَ الْحَسَدَ , فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلَ الْحَسَنَاتِ , كَمَ تَأْكُلَ النَّارِالحَطَبِ
“Jauhilah diri kalian dari sifat dengki, karena sesungguhnya dengki itu memakan (pahala) kebajikan sebagaimana api membakar kayu.”
Dalam sabdanya yang lain Rasul berpesan,
لاَ تَجْتَمِعُ فِي خَوْفِ عَبْدٍ , اَلْإيْمَانُ وَالْحَسَدُ
“Tidak akan berkumpul di dalam batin seorang hamba itu iman dan dengki.”
Hadist ini amat berat. Dari hadist ini dapat kita pahami bahwa orang beriman tidak akan memiliki sifat dengki. Jikalau mempunyai sifat dengki, berarti ia belum beriman (belum sempurna imannya).
Rasulullah SAW bersabda,
ثَلاَثٌ لاَ يَخْلُوْ مِنْهُنَّ أَحَدٌ : اَلْحَسَدُ , وَ الظَّنُّ , وَ الطِّيَرَةُ . أَفَلاَ اُنَبِّئُكُم بِالْمَخْرَجِ مِنْ ذَللِكَ : إذَا حَسَدْتَ فَلاَ تَبْغِ وَ إذَا ظَنَنْتَ فَلاَ تُحَقِّقِ , وَ إذَا تَطَيَّرْتَ فَامْضِ
“Tiga perkara yang tidak akan terlepas seseorang dari padanya, sifat dengki, prasangka buruk dan memandang sial terhadap sesuatu. Maukah engkau kutunjukkan jalan keluarnya. Jika engkau mendengki, jangan melampaui batas. Jika engkau berprasangka buruk, jangan engkau benarkan. Dan jika anda merasa sial, maka teruskanlah.” (Maksudnya, jangan membatalkan perkara yang anda cita-citakan semata-mata karena menganggapnya sial.)
Orang yang mendengki hendaknya melawan perasaan hatinya dengan memuji orang yang didengki, serta memuliakan dan membantunya. Ini adalah cara yang paling mujarab untuk menghilangkan perasaan dengki.
Rasulullah SAW bersabda,
لاَ تَحَاسَدُوْا وَلاَ تَبَاغَضُوْا وَلاَ تَدَابَرُوْا
“Janganlah engkau saling mendengki, janganlah membenci, dan janganlah saling bermusuhan.”
Lukman Al-Hakim berpesan kepada anaknya,
“Wahai anakku, waspadalah dari sifat dengki, karena ia merusak agama dan melemahkan jiwa serta menimbulkan penyesalan. Wahai anakku, tiada bencana yang lebih berat penderitaannya daripada kesombongan. Tiada kesedihan yang lebih menyusahkan penderitaannya daripada kedengkian.”
Itulah sebagian dari penyakit hati yang harus kita waspadai dan kita jauhi. Semoga ALLAH SWT mengampuni dosa–dosa kita, serta membersihkan jasmani, hati dan ruh kita. Amin.
Artikel 8 – Menyelamatkan diri dari murka Allah


اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَعَلَ التَّوْبَةَ مِنْ أعْظَمِ الْمُنْجِيَاتِ , وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِ السَّادَاتِ مُحَمَّدٍ وَ آ لِهِ وَأَصْحَابِهِ اْلأنْجَمِ الزَّاهِرَات . أمَّا بَعْدُ
Ikhwani, rahimakumulloh. Kalau kemarin kami telah menerangkan tentang penyakit hati yang dapat membinasakan kita, maka pada kesempatan kali ini kami akan membicarakan tentang perbuatan yang dapat menyelamatkan kita dari murka ALLAH.
Ikhwani. Diantara perbuatan yang dapat menyelamatkan kita adalah bertaubat kepada ALLAH. ALLAH telah memerintahkan hambaNya untuk bertaubat dan menunjukkan cara bertaubat yang benar, sebagaimana diterangkan dalam firmanNya dalam surat An-Nur 31,
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan bertaubatlah kalian kepada ALLAH, wahai sekalian orang-orang mukmin, agar kalian mendapat kemenangan.” (QS. An-Nur: 31)
Adapun bagaimana cara bertaubat, maka ALLAH berfirman dalam surat At-Tahrim 8,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا
“Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kamu kepada ALLAH dengan taubat nashuha (taubat yang sungguh-sungguh).” (QS. At-Tahrim: 8 )
Al-Imamul Haddad menerangkan bahwa, para ulama telah menentukan beberapa syarat taubat yang harus dipatuhi, yaitu:


  • Menyesali dosa-dosa yang telah dilakukan.




  • Mensucikan diri dari dosa (artinya, percuma bertaubat kalau masih mengulangi perbuatannya)




  • Ber-‘azam (niat dengan sungguh-sungguh) tidak akan melakukan dosa lagi selama hidup


Ketiga syarat ini harus mengiringi taubat atas dosa seorang hamba dengan Tuhannya.
Lain halnya dengan dosa antara seorang hamba ALLAH dengan hamba ALLAH yang lain. Dalam hal ini ada syarat lain yang mesti dipenuhi, antara lain jika kita menganiaya seseorang atau menghinakannya, atau merampas hartanya, maka hendaknya kita mengembalikan haknya. Jika mengenai jiwa atau diri hendaknya kita menebusnya dengan menjalani qishash (hukuman menurut hukum Islam). Jika menyangkut harta, hendaknya kita kembalikan. Jika menyangkut kehormatan, hendaknya memohon maaf.
Demikian juga halnya dengan ibadah wajib seperti shalat, puasa, zakat, kalau kita suka meninggalkan, maka harus meng-qodho’-nya. Jika hendak bertaubat, tidak cukup hanya istighfar saja.
Rasulullah SAW bersabda,
يَا أيُّهَا النَّاسُ تُوْبُوْا إلَى رَبِّكُمْ قَبْلَ أنْ تَمُوْتُوْا , وَبَادِرُوْا بِاْلأعْمَال الصَّالِحَةِ قَبْلَ أنْ تَشْغِلُوْا , وَصِلُّوْا الَّذِيْ بَيْنَكُمْ وَ بَيْنَ رَبِّكُمْ بِكَثْرَةِ ذِكْرِكُمْ لَهُ
“Wahai manusia, bertaubatlah kamu kepada Tuhan sebelum kamu mati. Gunakanlah kesempatan yang ada untuk beramal dan berbakti sebelum kau disibukkan oleh berbagai urusan dan pekerjaan. Perbaikilah hubunganmu dengan Tuhanmu dengan memperbanyak dzikir kepadaNya (mengingatNya).”
Ikhwani. Di antara yang harus kita lakukan, untuk bertaubat selain syarat-syarat yang telah kami terangkan diatas adalah memperbanyak istighfar. ALLAH berfirman dalam surat Nuh 10-12,
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا . يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا . وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا
“Maka aku (Nuh) katakan kepada mereka, ‘Mohon ampunlah kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia Maha Pengampun. Akan diturunkan kepada kamu awan yang menurunkan hujan lebat, dan Dia akan memberikan kepadamu kekayaan dan anak-anak, dan diadakannya kebun-kebun dan sungai-sungai untukmu.’ “ (QS. Nuh: 10-12)
Rasulullah SAW bersabda,
مَنْ لَزِمَ اْلإسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا , وَ مَنْ كُلِّ ضِيْقٍ مَخْرَجًا وَ رَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لاَ تَحْتَسِبُ
“Barang siapa memperbanyak istighfar, niscaya ALLAH akan membebaskannya dari segala macam kesusahan, dan membebaskannya dari segala macam kesempitan dan ALLAH akan mengaruniakan kepadanya rejeki yang tidak terkira banyaknya.”
Taubat dan istighfar adalah salah satu awal yang dapat mendekatkan diri kita kepada ALLAH SWT. Dan keduanya adalah jalan untuk mendapatkan kebajikan, baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu hendaknya kita melazimkan diri kita untuk selalu bertaubat dan beristighfar kepada ALLAH SWT. Semoga ALLAH mencurahkan rahmat dan ampunannya kepada kita semua. Amin…
Artikel 9 – Rendah hati


اَلْحَمْدُ ِلله حمدا نستجلب به رضاه , و نصلي و نسام على رسوله و مصطفاه سيد محمد و آله وَ صَحْبِهِ وَ مَنْ وَالاَه . اَمَّا بَعْدُ
Ikhwani yang dirahmati oleh ALLAH, hati adalah penghulu seluruh anggota. Di dalam hati itulah tersimpan semua asas aqidah, akhlak, niat baik dan niat yang tidak baik. Selama hati itu belum dibersihkan (disucikan) dari sifat-sifat buruk dan tercela, serta menghiasinya dengan sifat-sifat yang baik dan terpuji, maka kita tidak akan merasakan kebahagian di dunia maupun di akhirat. ALLAH SWT berfirman dalam surat As-Syams ayat 7-10,
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا . فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا . قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا . وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا
“Dan demi jiwa dan yang menjadikannya, lalu ditunjukkan kepadanya yang salah serta yang baik. Sungguh beruntunglah siapa yang membersihkannya dan merugilah siapa yang mengotorinya.”
Banyak akhlak dan sifat-sifat yang tercela yang seharusnya kita hindarkan dari hati. Diantara penyakit-penyakit hati yang berbahaya ialah sifat sombong. Sifat ini adalah sifat yang dimiliki oleh setan yang terkutuk. Sebagaimana firman ALLAH dalam surat Al-Baqarah ayat 34,
أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ
“Ia (iblis) enggan dan menyombongkan diri, dan jadilah ia termasuk golongan yang tidak beriman (kafir).”
ALLAH membenci hamba-hambaNya yang sombong, sebagaimana firmanNya dalam surat An-Nahl 23,
إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْتَكْبِرِينَ
“Sesungguhnya Dia (ALLAH) tidak menyukai orang-orang yang menyombongkan diri.”
Dalam surat Luqman 18 ALLAH berfirman,
إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ
“Sesungguhnya ALLAH tidak mencintai orang yang sombong dan membanggakan diri.”
Rasulullah SAW bersabda,
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ فِى قَلْبِهِ مِثَقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ
“Tidak masuk surga orang yang di hatinya terdapat sebesar atum dari sifat sombong.”
Al-Imam Abdullah bin Alwi Al-Haddad mengatakan bahwa sifat sombong itu senantiasa terpendam di dalam hati, tetapi ia memiliki tanda-tanda yang dapat dikenali oleh orang, di antara tanda-tandanya yaitu:
1. Merasa bangga melihat dirinya maju lebih dari orang lain.
2. Suka menonjolkan diri terhadap orang lain.
3. Bila menghadiri majlis, dirinya minta dikedepankan.
4. Jika berjalan ia bersikap angkuh.
5. Membantah bila ditegur orang lain, meskipun ia salah.
6. Tidak mengindahkan nasihat.
7. Suka menindas orang yang miskin dan lemah.
8. Selalu menganggap dirinya benar dan tidak pernah salah.
9. Suka memuji-muji diri sendiri.
Ikhwani, seandainya kita menjadi orang yang paling bertakwa kepada ALLAH, serta memiliki ilmu yang luas dan kita merasa mempunyai amat banyak amal ibadah, kemudian kita menyombongkan terhadap orang lain dan membanggakan diri atas kelebihan-kelebihan yang kita miliki, niscaya ALLAH akan menghapus ketakwaan kita dan membatalkan ibadah yang telah kita lakukan. Apalagi kalau yang sombong itu orang yang jahil (bodoh). Terlebih lagi orang menyombongkan diri dengan ketakwaan dan kesalehan datuk-datuknya, sedangkan ia sendiri tidak beramal. Maka, itu adalah kebodohan yang besar.
Kawan, seluruh kebaikan berada dalam sifat rendah diri, khusyu’, dan tunduk kepada ALLAH SWT. Rasulullah SAW bersabda,
مَنْ تَوَاضَعَ رَفَعَهُ للهُ , وَ مَنْ تَكَبَّرَ وَضَعَهُ اللهُ
“Barang siapa yang merendahkan diri, niscaya ALLAH akan mengangkatnya dan barang siapa yang menyombongkan diri, niscaya ALLAH akan merendahkannya.”
Suka berdiam diri dan bersembunyi, serta tidak suka kemasyhuran dan ketenaran, adalah sifat orang-orang mukmin yang sholeh.
اللهم اجعلنا منهم
Artikel 10 – Ramadhan bulan kesabaran
اَلْحَمْدُ ِلله الذي هذانا لهذا و مَاكُنَّ لنهتَدِي لَوْلاَ ان هذانا الله و الصلاة و لاسلام على سَيِّدِنَا رسولالله مُحَمَّدٍ بن عبدالله وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ مَنْ وَالاَه . اَمَّا بَعْدُ
Ikhwani rahimakumulloh,
Dalam sebuah hadistnya, Rasulullah mengatakan bahwa bulan Ramadhan adalah bulan kesabaran:
هُوَ شَهْرُ الصَّبْرِ , وَ الصَّبْرُ ثَوَابُهُ اْلجَنَّةَ
“Bulan Ramadhan adalah bulan kesabaran dan ganjaran kesabaran adalah masuk surga.”
Sabar adalah inti ajaran Islam dan iman. Bersabar artinya mengendalikan dan memaksa nafsu untuk melaksanakan ketentuan syariat. Sabar adalah saudara dari syukur, karena syukur tidak akan sempurna tanpa kesabaran. Barangsiapa yang bersabar, maka ia telah bersyukur atas nikmat ALLAH yang dikaruniakan kepadanya. Jika kepentingan nafsu dan agama saling bertentangan kemudian kita mengutamakan kepentingan agama, maka berarti kita telah mewujudkan maqom (kedudukan) sabar.
Alhabib Ahmad bin Zen Alhabsyi di dalam kitabnya yang berjudul شَرْحُ العَينية menerangkan bahwa sabar ada beberapa macam. Yaitu sabar dalam menghindari maksiat dan mengendalikan syahwat, sabar dalam melakukan ketaatan, sabar dalam menghadapi musibah, dan sabar untuk tidak berkeluh kesah kecuali kepada ALLAH. Karena berkeluh kepada ALLAH adalah terpuji. Al-Qur’an menceritakan bagaimana nabi Ayyub as mengeluh kepada ALLAH Ta’ala:
أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
“(Ya Tuhanku) sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang diantara semua penyayang.” (Al-Anbiya’:83)
Kemudian ALLAH memujinya:
إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِرًا
“Sesungguhnya kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar.” (Shaad:44)
Kesabaran memiliki berbagai keutamaan dan manfaat. ALLAH berfirman dalam surat Az-Zumar:10
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang akan dibalas dengan pahala tanpa batas.”
Dalam Surat An-Nahl:96 ALLAH berfirman:
وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِينَ صَبَرُوا أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Dan kami pasti akan memberikan balasan kepada mereka yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
Rasulullah SAW bersabda:
هُوَ الصَّبْرُ وَ السَّمَاحَةُ
“Iman adalah kesabaran dan suka memaafkan.”
Al-Imamul Haddad mengatakan dalam salah satu syairnya:
وَ عَلَيْكَ بِالصَّبْرِ فَلاَ تَعْدِلُ بِهِ # شَيْئًا وَ بِالشُّكْرِ اْلأَتَمِّ اْلأَوْسَعِ
“Dan bersabarlah dan jangan mengartikannya dengan apapun dan bersyukurlah dalam arti luas dan sempurna.”
Ikhwani, bulan Ramadhan adalah waktu paling tepat untuk melatih kesabaran karena di bulan ini kita diwajibkan berpuasa dan ibadah puasa adalah separuh dari pada kesabaran. Rasulullah SAW bersabda:
اَلصَّوْمُ نِصْفُ الصَّبْرِ وَ لِكُلِّ شَيْئٍ زَكَاةٌ , وَ زَكَاةٌ اْلجَسَدِ الصَّوْمُ
“Puasa itu setengah dari kesabaran. Bagi tiap-tiap perkara ada zakatnya dan zakatnya badan ialah puasa.”
Dan ketahuilah bahwa ALLAH selalu menyertai orang-orang yang sabar. Dalam surat Al-Baqarah:153 ALLAH berfirman
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Sesungguhnya ALLAH beserta orang-orang yang sabar.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar